Salah satu kewajiban Wajib Pajak adalah melakukan pembayaran atau penyetoran pajak terutang. Merujuk pada PMK No. 242/PMK.03/2014, berikut adalah jangka waktu pembayaran dan penyetoran pajak:
Dasar Peraturan: PMK No. 242/PMK.03/2014
- PPh pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh Pemotong harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
- PPh pasal 4 ayat 2 yang dibayar sendiri oleh WP harus dibayar paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
- PPh pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah/bangunan harus disetor paling lambat sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak tersebut ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
- PPh pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
- PPh pasal 15 yang dibayar sendiri oleh WP harus dibayar paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
- PPh pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
- PPh pasal 23 dan pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
- PPh pasal 25 harus dibayar paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
- PPh pasal 22, PPN atau PPNBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk atau pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan.
- PPh pasal 22, PPN atau PPNBM atas impor yang dipungut oleh DJBC harus disetor dalam jangka waktu 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
- PPh pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh kuasa pengguna anggaran atau penanda tangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPh Pasal 22, harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak rekanan pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
- PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran, harus disetor paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelaksanaan pembayaran atas item yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara.
- PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
- PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan.
- PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, paling lama tanggal 15 ( lima belas) bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
- PPN yang terutang atas kegiatan yang membangun sendiri harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan yang membangun sendiri paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
- PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN, harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
- PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN, harus disetor paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
- PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN yang ditunjuk selain Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
- PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak.
- Bea Materai harus dilunasi pada saat terutang Bea Materai.
Nah untuk pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan langsung ke Kas Negara melalui bank persepsi atau kantor pos persepsi dengan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) yang kini juga dikenal sebagai SSE (Surat Setoran Elektronik) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP. Apa saja sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP? Merujuk pada PMK No. 242/PMK.03/2014, Sarana administrasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
- BPN atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik atau dengan datang langsung ke Bank Persepsi
- SSPCP atas pembayaran dan penyetoran PPh Pasal 22 impor, PPN impor, dan PPnBM impor serta PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri;
- Bukti Pbk atas pembayaran dan penyetoran pajak melalui Pemindahbukuan; atau
- bukti penerimaan pajak lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembayaran pajak dinyatakan sah apabila sudah divalidasi dengan NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) yang diterbitkan oleh Modul Penerimaan Negara (MPN). NTPN ini terdiri dari deretan angka dan huruf yang berjumlah 16 buah. NTPN biasanya tercantum pada lembar SSP atau BPN setelah Wajib Pajak melakukan pembayaran pajak.
Apabila saat melakukan pembayaran dan penyetoran pajak terjadi kesalahan, maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Pemindahbukuan. Pemindahbukuan terjadi karena adanya:
- kesalahan dalam pengisian formulir SSP, SSPCP, baik menyangkut Wajib Pajak itu sendiri maupun Wajib Pajak lain;
- kesalahan dalam pengisian data pajak pajak yang dilakukan melalui sistem pembayaran secara elektronik sebagaimana tertera dalam BPN
- kesalahan atas SSP, SSPCP, yang dilakukan Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing
- kesalahan kesalahan atau pengisian Bukti Pbk oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak
- memecahkan setoran pajak dalam SSP, SSPCP, BPN, atau Bukti Pbk menjadi beberapa jenis pajak atau setoran beberapa Wajib Pajak, dan/atau objek pajak
- jumlah pembayaran pada SSP, BPN, atau Bukti Pbk lebih besar daripada pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan, surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak, Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Tagihan Pajak PBB
- jumlah pembayaran pada SSPCP atau Bukti Pbk lebih besar daripada pajak yang terutang dalam pemberitahuan pabean impor, dokumen cukai, atau surat tagihan/surat penetapan
- sebab lain yang diatur oleh Direktur Jenderal Pajak
Apabila ingin mengajukan permohonan pemindahbukuan, maka Wajib Pajak harus menyampaikan surat permohonan Pemindahbukuan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan cara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pembayaran diadministrasikan atau melalui pos atau jasa pengiriman dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pembayaran diadministrasikan.
Surat permohonan pemindahbukuan tersebut harus dilampiri dengan:
- asli SSP (lembar ke-1), asli SSPCP (lembar ke-1), asli Bukti Pbk (lembar ke-1), dokumen BPN, atau asli bukti pembayaran Pajak Penghasilan Dalam Mata Uang Dollar Amerika Serikat yang dimohonkan untuk dipindahbukukan
- asli surat pernyataan kesalahan dari pimpinan Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing Tempat Pembayaran Dalam Hal Permintaan Pemindahbukuan diajukan karena kesalahan tersebut kesalahan dari petugas Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing
- asli pemberitahuan pabean impor, asli dokumen cukai, atau asli surat tagihan/surat penetapan dalam hal permohonan Pemindahbukuan diajukan atas SSPCP
- fotokopi Kartu Tanda Penduduk penyetor atau pihak penerima Pemindahbukuan, dalam hal permohonan Pemindahbukuan yang diajukan atas SSP, SSPCP, BPN, atau Bukti Pbk yang tidak NPWP atau mulia angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama NPWP
- fotokopi dokumen identitas penyetor atau dokumen identitas wakil badan dalam hal penyetor melakukan kesalahan pengisian NPWP
- surat pernyataan dari Wajib Nama dan NPWP-nya tercantum dalam SSP, yang menyatakan bahwa SSP tersebut bukan pembayaran pajak untuk kepentingannya sendiri dan tidak menolak dipindahbukukan dalam hal nama dan NPWP pemilik asli SSP (yang mengajukan permohonan Pemindahbukuan) sama dengan nama dan NPWP yang tercantum dalam SSP.
Dasar Peraturan: PMK No. 242/PMK.03/2014
Comments
Post a Comment