Skip to main content

Apa itu PAJAK?

Selamat datang di Tax-Pedia. Postingan pertama kali ini akan membahas mengenai apa itu Pajak? Pastinya kalian sudah sangat sering mendengar kata "pajak" bukan?
Pajak menurut Sumitro (1970; Soemitro & Sugiharti, 2010) merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah yang tidak ada imbalannya yang secara langsung dapat ditunjuk. Sedangkan menurut UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Nah jadi menurut penjelasan-penjelasan diatas, pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dan pendapatan negara sehingga secara langsung memiliki andil dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. 
Pajak di Indonesia menganut 2 sistem yaitu self assessment dan official assessment. Hampir seluruh pajak di Indonesia menganut sistem self assessment hanya satu yang menggunakan official assessment yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Apa saja jenis pajak di Indonesia?

Pajak di Indonesia dibagi menjadi dua jenis menurut pengadministrasiannya, yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat sendiri dibagi menjadi 3 yaitu:
  1. Pajak Penghasilan (PPh)
  2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
  3. Bea Materai. 
Sedangkan Pajak Daerah dibagi lagi menjadi dua yaitu Pajak Daerah Tingkat 1 (Provinsi) dan Pajak Daerah Tingkat 2 (Kabupaten/Kota). 
Yang termasuk kedalam kategori Pajak Dati 1 menurut UU no 28 Tahun 2009 adalah: 
  1. Pajak Kendaraan Bermotor;
  2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
  3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
  4. Pajak Air Permukaan
  5. Pajak Rokok.
Kemudian yang termasuk dalam kategori Pajak Dati 2 adalah:
  1. Pajak Hotel
  2. Pajak Restoran
  3. Pajak Hiburan
  4. Pajak Reklame
  5. Pajak Penerangan Jalan
  6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
  7. Pajak Parkir
  8. Pajak Air Tanah
  9. Pajak Sarang Burung Walet
  10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)
  11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Jenis Pajak

Lalu, siapa sajakah yang wajib membayar pajak? 
Yang wajib membayar pajak disebut dengan istilah "Wajib Pajak". Wajib Pajak menurut UU No 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Setiap wajib pajak (WP) yang sudah memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kemudian akan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Contohnya, Ny. A adalah warga negara Indonesia, tapi beliau tidak bekerja, hanya ibu rumah tangga yang segala keperluan rumah tangganya dipenuhi oleh suaminya Tn. B yang bekerja sebagai dokter. Dalam hal ini Ny. A tidak memenuhi syarat obyektif, karena tidak memiliki penghasilan, sehingga tidak wajib memperoleh NPWP. Sedangkan Tn. B yang memenuhi syarat subyektif dan obyektif (bekerja sehingga berpenghasilan) wajib memperoleh NPWP.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ini digunakan sebagai tanda pengenal atau identitas dari Wajib Pajak. Setiap wajib pajak hanya diberikan satu NPWP. 
NPWP terdiri dari 15 digit dan memiliki makna disetiap angkanya. Contohnya : 01.123.456.7-899.000
  • 01.123.456.7 ➡️ nomor urut (register)
  • 899    ➡️ kode KPP dimana anda terdaftar
  • 000 ➡️ kode status (pusat/cabang atau suami/istri)
Kapan jangka waktu pendaftaran NPWP?
Jangka waktu pendaftaran NPWP berdasarkan Per Dirjen no 38 tahun 2013 sebagai berikut :
  1. WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha / tidak melakukan pekerjaan bebas, wajib mendaftarkan diri paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah penghasilan WP suatu bulan setelah disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
  2. WP orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas wajib mendaftarkan diri paling lambat 1 bulan setelah usaha / pekerjaan bebas nyata-nyata mulai dilakukan.
  3. WP Badan wajib mendaftarkan diri paling lambat 1 bulan setelah pendirian (dilihat dari akta pendiriannya)
  4. Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong/pemungut pajak wajib mendaftarkan diri paling lambat sebelum melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak.
Nah sekian dulu pengenalan pajaknya yang mendasar ini. Jika masih ada yang ingin ditanyakan, silakan tinggalkan pertanyaan dikolom komentar. Untuk selanjutnya tetap pantau blog kami ya dan jangan lupa subscribe agar selalu update info terbaru. Terima kasih. 

Comments

Popular posts from this blog

Cara Baru Perhitungan PPh 21 Mulai 1 Januari 2024

Tahun 2024, Tahun Baru, Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) 21 pun baru. Pada tanggal 27 Desember 2023 lalu, pemerintah secara resmi telah menetapkan PP No. 58 Tahun 2023 sebagai peraturan yang mengatur tarif baru dalam melakukan pemotongan PPh 21. Menurut Dirjen Pajak Suryo Utomo, penerapan tarif pemotongan pajak yang baru ini memberikan beberapa keuntungan, yakni para pemberi kerja tidak lagi merasakan kesulitan dalam menghitung PPh 21 karyawan dan meminimalisir terjadinya lebih bayar akibat kompleksitas penghitungan PPh 21 dengan metode yang lama.  Apakah perbedaan pemotongan PPh 21 tahun 2023 dan sebelumnya dengan yang baru saja diundangkan ini? Mari kita ulas satu per satu. Pada PP No. 58 Tahun 2023, telah disebutkan pada pasal 2 ayat 1 bahwa tarif pemotongan PPh 21 terdiri atas tarif berdasarkan Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dan tarif efektif pemotongan PPh 21. Sedangkan pada tahun 2023 dan sebelum-sebelumnya, perhitungan PPh 21 hanya mengacu pada tarif

Surat Pemberitahuan (SPT)

Apa yang dimaksud dengan Surat Pemberitahuan (SPT)? Seperti yang pernah dibahas pada penjelasan sebelum ini, SPT adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban menurut peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT terdiri atas : Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) SPT Masa ialah surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak. Contohnya SPT PPN Masa Januari 2019, SPT PPh 21 Masa Februari 2019 dan sebagainya. Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) SPT Tahunan sesuai dengan namanya yakni suatu surat pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak. Contohnya SPT Badan 1771 Tahun 2019, SPT Orang Pribadi 1770SS dan sebagainya. Apa fungsi dan kegunaan SPT? Fungsi dan kegunaan SPT dibedakan menjadi 3 menurut subjeknya: Wajib Pajak PPh. Fungsi SPT disini sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yan

Informasi Lengkap Seputar Program Pengungkapan Sukarela (PMK 196 Tahun 2021)

Program Pengungkapan Sukarela (PPS) merupakan salah satu program pemerintah yang paling ditunggu-tunggu semenjak dicanangkannya dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada tanggal 29 Oktober 2021 lalu. Tata cara pelaksanaa PPS atau yang sering disebut dengan  tax amnesty jilid II diatur dalam PMK 196 Tahun 2021 yang diundangkan pada tanggal 23 Desember 2021. Menurut PMK 196 Tahun 2021, PPS akan dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022. Sesuai dengan yang selama ini diundangkan dalam UU HPP, terdapat 2 kebijakan yang berlaku untuk PPS dengan berbagai tarif yang berbeda. Kebijakan pertama terkait dengan pengungkapan harta bersih yang tidak/kurang diungkap dalam SPT Tahunan.  Menurut Pasal 2 PMK 196 Tahun 2021, kebijakan pertama ditujukan bagi Wajib Pajak yang telah mendapatkan pengampunan pajak sesuai pada Undang-Undang Pengampunan Pajak tahun 2016 lalu. Wajib Pajak tersebut yang akan mengikuti PPS dapat mengungkan harta bersih yang kura